Selasa, 20 Mei 2014

PROFIL ANIES BASWEDAN

Anies Baswedan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Anies Baswedan
Ph.D
Rektor Universitas Paramadina
Masa jabatan
2007 – sekarang
Informasi pribadi
Lahir Anies Rasyid Baswedan
7 Mei 1969 (umur 45)
Bendera Indonesia Kuningan, Jawa Barat, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Partai politik Independen
Suami/istri Fery Farhati Ganis
Relasi Abdurrahman Baswedan (kakek)
Anak 4
Alma mater Universitas Gadjah Mada
University of Maryland, College Park
Pekerjaan Akademisi
Agama Islam
Situs web aniesbaswedan.com
Anies Rasyid Baswedan Ph.D., (lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969; umur 45 tahun[1]) adalah adalah seorang intelektual dan akademisi asal Indonesia. Cucu dari pejuang kemerdekaan Abdurrahman Baswedan, ia menginisiasi gerakan Indonesia Mengajar dan menjadi rektor termuda yang pernah dilantik oleh sebuah perguruan tinggi di Indoensia pada tahun 2007, saat menjadi rektor Universitas Paramadina pada usia 38 tahun.
Menjelang pemilihan umum presiden Indonesia 2014, ia ikut mencalonkan diri menjadi calon presiden lewat konvensi Partai Demokrat.

Kehidupan awal

Masa kecil

Anies dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 7 Mei 1969 dari pasangan Rasyid Baswedan dan Aliyah Rasyid. Anies mulai mengenyam bangku pendidikan pada usia 5 tahun. Saat itu, ia bersekolah di TK Masjid Syuhada. Menginjak usia enam tahun, Anies masuk ke SD Laboratori, Yogyakarta.[2]

Masa remaja dan kuliah

Setelah lulus SD, Anies diterima di SMP Negeri 5 Yogyakarta.[3] Dia bergabung dengan Organisasi Siswa Intra Sekolah di sekolahnya, dan menduduki jabatan sebagai pengurus bidang humas yang dijuluki sebagai "seksi kematian," karena tugasnya mengabarkan kematian.[4] Anies juga pernah ditunjuk menjadi ketua panitia tutup tahun di SMP-nya.[5]
Kita ditarik dulu ke belakang, sebelum kemudian bisa meloncat dengan jauh.
Anies Baswedan, menggambarkan keterlambatannya lulus SMA karena
mengikuti program pertukaran pelajar ke Amerika.[6]
Lulus dari SMP, Anies meneruskan pendidikannya di SMA Negeri 2 Yogyakarta. Dia tetap aktif berorganisasi hingga terpilih menjadi Wakil Ketua OSIS,[5], dan mengikuti pelatihan kepemimpinan bersama tiga ratus orang Ketua OSIS se-Indonesia. Hasilnya, Anies terpilih menjadi Ketua OSIS se-Indonesia pada tahun 1985.[5] Pada tahun 1987, dia terpilih untuk mengikuti program pertukaran pelajar AFS dan tinggal selama setahun di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat.[3] Program ini membuatnya menempuh masa SMA selama empat tahun dan baru lulus pada tahun 1989.
Sekembalinya ke Yogyakarta, Anies mendapat kesempatan berperan di bidang jurnalistik. Ia bergabung dengan program Tanah Merdeka di Televisi Republik Indonesia cabang Yogyakarta, dan mendapat peran sebagai pewawancara tetap tokoh-tokoh nasional.[5]

Masa kuliah

UGM (1989-1995)

Anies diterima masuk di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dia tetap aktif berorganisasi, bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam dan menjadi salah satu anggota Majelis Penyelamat Organisasi HMI UGM.[7]
Di fakultasnya, Anies menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa dan ikut membidani kelahiran kembali Senat Mahasiswa UGM setelah pembekuan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dia terpilih menjadi Ketua Senat Universitas pada kongres tahun 1992,[7], dan membuat beberapa gebrakan dalam lembaga kemahasiswaan. Anies membentuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai lembaga eksekutif memosisikan senat sebagai lembaga legislatif, yang disahkan oleh kongres pada tahun 1993. Masa kepemimpinannya juga ditandai dengan dimulainya gerakan berbasis riset, sebuah tanggapan atas tereksposnya kasus BPPC yang menyangkut putra Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra.[7] Anies turut menginisiasi demonstrasi melawan penerapan Sistem Dana Sosial Berhadiah pada bulan November 1993 di Yogyakarta.[8]
Pada tahun 1993, Anie mendapat beasiswa dari untuk JAL Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas di Sophia University, Tokyo dalam bidang kajian Asia. Beasiswa ini ia dapatkan setelah memenangkan sebuah lomba menulis mengenai lingkungan.[9]

Amerika Serikat (1997-2005)

Setelah lulus kuliah, Anies bekerja di Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi UGM, sebelum mendapat beasiswa Fulbright dari AMINEF untuk melanjutkan kuliah masternya dalam bidang keamanan internasional dan kebijakan ekonomi di School of Public Affairs, University of Maryland, College Park pada tahun 1997. Ia juga dianugerahi William P. Cole III Fellow di universitasnya, dan lulus pada bulan Desember 1998.[10]
Sesaat setelah lulus dari Maryland, Anies kembali mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya dalam bidang ilmu politik di Northern Illinois University pada tahun 1999. Dia bekerja sebagai asisten peneliti di Office of Research, Evaluation, and Policy Studies di kampusnya, dan meraih beasiswa Gerald S. Maryanov Fellow, penghargaan yang hanya diberikan kepada mahasiswa NIU yang berprestasi dalam bidang ilmu politik pada tahun 2004.[5] Disertasinya doktoralnya yang berjudul Regional Autonomy and Patterns of Democracy in Indonesia menginvestigasi efek dari kebijakan desentralisasi terhadap daya respon dan transparansi pemerintah daerah serta partisipasi publik, menggunakan data survei dari 177 kabupaten/ kota di Indonesia.[10] Dia lulus pada tahun 2005.

Karier

Dalam berbagai kesempatan, Anies Baswedan selalu mengatakan ada tiga hal yang ia jadikan pedoman dalam memilih karier. Apakah secara intelektual dapat tumbuh, apakah masih dapat menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, apakah mempunyai pengaruh sosial.[11]

Peneliti Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM

Selesai program Strata 1 (S1) di Fakultas Ekonomi UGM, Anies Baswedan sempat berkarier sebagai peneliti dan koordinator proyek di Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM. Kariernya di sana tak berlangsung lama, sebab pada 1996 ia mendapatkan beasiswa program master ke Amerika Serikat.

Manajer Riset IPC, Inc, Chicago

Selesai mengambil kuliah doktor pada 2004, karena tidak memiliki uang untuk kembali ke tanah air, Anies sempat bekerja sebagai manajer riset di IPC, Inc. Chicago, sebuah asosiasi perusahaan elektronik sedunia. Kecintaannya pada tanah air membuatnya kembali ke Indonesia.

Kemitraan Untuk Reformasi Tata Kelola Pemerintahan

Ia kemudian bergabung dengan Kemitraan untuk Reformasi Tata Kelola Pemerintahan sebuah lembaga non-profit yang berfokus pada reformasi birokrasi di beragam wilayah di Indonesia dengan menekankan kerjasama antara pemerintah dengan sektor sipil. Hal ini tentu saja tak lepas dari kepeduliannya terhadap demokrasi, otonomi daerah dan desentralisasi seperti tertuang dalam disertasi dan artikel-artikelnya di beragam jurnal dan media.

Direktur Riset Indonesian Institute Center

Ia kemudian menjadi direktur riset The Indonesian Institute. Ini merupakan lembaga penelitian kebijakan publik yang didirikan pada Oktober 2004 oleh aktivis dan intelektual muda yang dinamis. Kariernya di The Indonesian Institute tentu tak lepas dari latar belakang pendidikannya di bidang kebijakan publik.[12]

Rektor Universitas Paramadina

Logo Universitas Paramadina
Pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan menemui momen penting dalam kariernya. Ia dilantik menjadi Rektor [Universitas Paramadina], menggantikan posisi yang dulu ditempati oleh cendekiawan Muslim, Nurcholish Madjid atau biasa disapa dengan Cak Nur, yang juga merupakan pendiri universitas tersebut. Dilantiknya Anies menjadi rektor membuatnya tercatat sebagai rektor termuda di Indonesia, dimana saat itu usianya baru menginjak 38 tahun. [13][14] Anies terkesan dengan pidato Joseph Nye, Dekan Kennedy School of Government di Harvard University, yang mengatakan salah satu keberhasilan universitasnya adalah “admit only the best” alias hanya menerima yang terbaik. Dari sinilah Anies kemudian menggagas rekrutmen anak-anak terbaik Indonesia. Strategi yang kemudian dikembangkan Anies Baswedan adalah mencanangkan Paramadina Fellowship atau beasiswa Paramadina. Beasiswa itu meliputi biaya kuliah, buku, dan biaya hidup. Paramadina Fellowship adalah perwujudan idealisme dengan bahasa bisnis. Hal ini dilakukan karena kesadaran bahwa dunia pendidikan dan bisnis memiliki pendekatan yang berbeda. Untuk mewujudkan itu Anies mengadopsi konsep penamaan mahasiswa yang sudah lulus seperti yang biasa digunakan di banyak Universitas di Amerika Utara dan Eropa. Caranya, titel seorang lulusan universitas tersebut mencantumkan nama sponsornya. Misalnya jika seorang mahasiswa mendapatkan dana dari Mien R. Uno (seorang pendonor) maka mahasiswa tersebut diwajibkan menggunakan titel Paramadina Mien R. Uno fellow. Strategi Paramadina Fellowship ini menunjukkan dampak yang sangat positif. Kini bahkan 25% dari sekitar 2000 mahasiswa Universitas Paramadina berasal dari beasiswa ini. Tentu ini sumbangsih penting bagi dunia pendidikan Indonesia di tengah mahalnya biayanya pendidikan tinggi.[11] Gebrakan lain yang dilakukan oleh Anies Baswedan di universitas yang ia pimpin adalah pengajaran anti korupsi di bangku kuliah. Hal ini didasari karena Anies menganggap bahwa salah satu persoalan bangsa ini adalah praktek korupsi. Karena itu ia berinisiatif membuat mata kuliah wajib anti korupsi. Yang diajarkan dalam mata kuliah ini mulai kerangka teoritis sampai laporan investigatif tentang praktik korupsi.[12]

Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar

Gagasan ini sebenarnya berawal ketika Anies Baswedan masih menjadi mahasiswa UGM sekitar dekade 1990-an. Pada masa itu, ia bergaul dan belajar banyak dari seorang mantan rektor UGM periode 1986-1990: Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri (Pak Koes).[15] Pada tahun 1950an, Pak Koes menginisiasi sebuah program bernama Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM), yakni sebuah program untuk mengisi kekurangan guru SMA di daerah, khususnya di luar Jawa. Dalam beberapa kasus, PTM ini justru mendirikan SMA baru dan pertama di sebuah kota kabupaten. Pak Koes adalah inisiator sekaligus salah satu dari 8 orang yang menjadi angkatan pertama PTM ini. Beliau berangkat ke Kupang dan bekerja di sana selama beberapa tahun. Sepulangnya dari Kupang, ia mengajak serta 3 siswa paling cerdas untuk kuliah di UGM. Salah satunya adalah Adrianus Mooy yang di kemudian hari menjadi Gubernur Bank Indonesia. Cerita penuh nilai dari PTM inilah salah satu sumber inspirasi bagi Indonesia Mengajar.[15]
Anies Baswedan saat di Majene, daerah penugasan Pengajar Muda Indonesia Mengajar (Foto: Imang Jasmine)
Selepas dari UGM, Anies Baswedan mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Amerika Serikat. Tinggal, belajar dan bekerja di sana membuatnya memahami bahwa anak-anak Indonesia membutuhkan kompetensi kelas dunia untuk bersaing di lingkungan global. Tetapi, kompetensi kelas dunia saja tak cukup. Anak-anak muda Indonesia harus punya pemahaman empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah tempatnya hidup. Semua proses di atas, secara perlahan membentuk ide besar Gerakan Indonesia Mengajar. Konstruksi dasarnya mulai terumuskan pada pertengahan 2009. Ketika itu, Anies mendiskusikan dan menguji idenya pada berbagai pihak. Gagasan ini kemudian siap mewujud ketika beberapa pihak berkenan menjadi sponsor.[15] Proses untuk mendesain dan mengembangkan konsep Indonesia Mengajar pun dimulai pada akhir 2009, dengan membentuk tim kecil yang kemudian berkembang hingga menjadi organisasi seperti sekarang ini. Sampai saat ini pun, Anies Baswedan merupakan salah satu pendiri dan juga Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar.[15]

Pemikiran

Melunasi Janji Kemerdekaan

Dalam perspektif Anies Baswedan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 negara ini tak hanya sedang bercita-cita, melainkan sedang berjanji. Menurutnya Republik ini dibangun dengan ikatan janji, ia menyebutnya Janji Kemerdekaan. Janji kemerdekaan itu diantaranya janji perlindungan, kesejahteraan, pencerdasan dan peran global pada setiap anak bangsa. Menurutnya masih banyak masyarakat yang belum dilunasi janji kemerdekaannya. Baginya pelunasan janji itu tidak hanya tanggung jawab konstitusional negara dan pemerintah, melainkan tanggung jawab moral setiap anak bangsa yang telah mendapat pelunasan janji yakni telah terlindungi, tersejahterakan, dan tercerdaskan.[16] Untuk melunasi janji kemerdekaan tersebut, maka Anies Baswedan memiliki beberapa pemikiran dan inisiatif yang ia wujudkan dengan beberapa pihak yang bersama-sama bersedia turun tangan.

Tenun Kebangsaan

Salah satu janji kemerdekaan yang banyak mendapat perhatian saat ini adalah soal janji perlindungan untuk setiap warga negara. Hal ini terkait dengan beberapa tindakan yang mendiskriminasikan minoritas. Menurut Anies Baswedan Republik ini dirancang untuk melindungi setiap warga negara. Ia mengilustrasikan Republik ini sebagai sebuah tenun kebangsaan yang dirajut dari kebhinekaan suku, adat, agama, keyakinan, bahasa, geografis yang sangat unik. Kekerasan atas nama apapun akan merusak tenun tersebut. Dalam soal perlindungan terhadap warga negara atas kekerasan yang kerap terjadi menurut Anies Baswedan harus dilihat sebagai warga negara menyerang warga negara lainnya, terjadi bukan soal mayoritas lawan minoritas. Menurutnya negara tidak bisa mengatur perasaan, pikiran, ataupun keyakinan warga negaranya. Namun, negara sangat bisa mengatur cara mengekspresikannya. Dialog antar pemikiran setajam apapun boleh, namun begitu berubah jadi kekerasan maka pelakunya berhadapan dengan negara dan hukum.[17]

Pendidikan Sebagai Eskalator Ekonomi

Janji kemerdekaan untuk pencerdasan warga negara diwujudkan Anies dalam beberapa inisiatif. Menurut Anies Baswedan selama empat atau lima dekade terakhir, pendidikan menjadi eskalator sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Ia mencontohkan, kelas menengah atas Indonesia saat ini adalah kelas menengah ke bawah dulunya. Karena pendidikan khususnya pendidikan tinggi-lah status sosial ekonomi dapat naik. Berbeda dengan beberapa dekade lalu, kini eskalator ini tidak bisa lagi dinaiki semua orang karena tingginya biaya pendidikan dan akses pendidikan yang terbatas. Untuk mengatasi maslaha tersebut, Anies Baswedan menelurkan beberapa insiatif pendidikan yang menciptakan perubahan positif di masyarakat.[18]

Indonesia Mengajar

Indonesia Mengajar didasari oleh salah satu janji kemerdekaan negara ini dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak masyarakat di daerah yang belum dapat menikmati janji tersebut. Salah satu permasalahan terbesar pendidikan di daerah yakni distribusi guru yang tidak merata.
Indonesia Mengajar mengirimkan memiliki dua tujuan utama. Pertama adalah mengirim anak-anak muda terbaik bangsa yang disebut sebagai Pengajar Muda (PM) untuk mengajar selama satu tahun di Sekolah Dasar di desa-desa terpencil di penjuru negeri. Tak hanya mengajar para PM juga berinteraksi langsung dengan pemangku kepentingan di daerah dan masyarakat.
Kedua, menciptakan calon pemimpin yang memiliki pemahaman akar rumput dan kompetensi global. Dengan bekal pendidikan dan organisasi yang dimiliki oleh para PM ditambah interaksinya dengan masyarakat akar rumput selama satu tahun membuat PM memberikan pengalaman kepemimpinan nyata dan pemahaman empatik yang tinggi bagi yang melaluinya. Dimulai pada tahun 2010 kini Indonesia Mengajar telah memberangkatkan lebih dari 200 PM ke 17 kabupaten yang tersebar dari barat sampai timur Indonesia. [19]

Indonesia Menyala

Program Indonesia Menyala berawal dari hasil pengamatan sejumlah Pengajar Muda sejak mereka ditempatkan pada November 2010. Mereka melihat bahwa mayoritas anak didik mereka kekurangan bahan bacaan yang bermutu. Melihat kebutuhan tersebut dan kesadaran atas pentingnya buku untuk teman-teman di pelosok, maka program Indonesia Menyala diluncurkan pada 15 April 2011.
Indonesia Menyala membentuk perpustakaan-perpustakaan yang bertempat di wilayah penempatan Pengajar Muda. Perpustakaan Indonesia Menyala terdiri dari dua bentuk yakni perpustakaan tetap dan perpustakaan berputar. Perpustakaan tetap yaitu perpustakaan yang berisikan buku yang hanya digunakan di satu sekolah penempatan. Sedangkan, perpustakaan berputar, berbentuk sebuah tas yang dibawa keliling oleh Pengajar Muda untuk dibaca oleh masyarakat sekitar. Indonesia Menyala menghilangkan sekat besar akses terhadap bacaan yang terbatas pada masyarakat masyarakat pedesaan di Indonesia, sehingga semakin meneguhkan bahwa pendidikan adalah hak yang harus diterima setiap masyarakat. [20]

Kelas Inspirasi

Anies Baswedan saat Kelas Inspirasi Jakarta 2012 (Foto: Imang Jasmine)
Kelas Inspirasi mengundang para profesional yang sukses karena pendidikan untuk turun tangan berbagi cerita dan pengalaman kerja selama satu hari di hari yang disebut dengan Hari Inspirasi. Tujuan Kelas Inspirasi ada dua yaitu menjadi wahana bagi sekolah dan siswa untuk belajar dari para profesional, serta agar para profesional, khususnya kelas menengah secara lebih luas dapat belajar mengenai kenyataan dan fakta mengenai kondisi pendidikan kita.
Dengan Kelas Inspirasi diharapkan terjalin relasi yang dapat terus menerus sekolah dan kelas menengah pelihara. Hal ini sebagai wujud jendela komunikasi antara profesional sebagai kelas menengah dan dunia pendidikan di SD negeri sebagai salah satu area yang perlu diadvokasi dan dikembangkan terus menerus. Sehingga dengan itu diharapkan mampu mendorong kalangan profesional untuk berperan aktif dalam pendidikan melalui kegiatan serupa. [21]

Kualitas Manusia Indonesia

Salah satu janji kemerdekaan adalah janji kesejahteraan. Menurut Anies Baswedan titik berangkat kesejahteraan bukan seperti dalam perspektif lama yakni Sumber Daya Alam (SDA), titik berangkatnya adalah kesadaran bahwa garda terdepan untuk meraih kemenangan adalah kualitas manusia. Ia menggunakan istilah kualitas manusia bukan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut dikarenakan karena manusia Indonesia tidak boleh dipandang semata-mata sebagai sumber daya. Kualitas manusia ini hanya bisa diraih lewat pendidikan yang berkualitas. Pendidikan berkualitas itu sebab utamanya bukan karena gedung, buku, kurikulum atau bahasa yang berkualitas. [22] Untuk mendorong hal tersebut menurutnya kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang menggerakkan manusia Indonesia. Kepemimpinan yang menginspirasi, bukan mendikte. Kepemimpinan yang bersifat patron-client tidak lagi cocok untuk kondisi Indonesia saat ini. Yang lebih cocok menurut Anies adalah kepemimpinan yang mampu membuat orang bergerak, turun tangan dan berkontribusi untuk menyelesaikan masalah. [23]

Gerakan Anti Korupsi

Yang juga menjadi perhatian Anies Baswedan soal belum terlunasinya janji kesejahteraan adalah praktek korupsi di Indonesia. Ia beberapa kali bergabung menjadi aktivis anti korupsi atas undangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). [12]

Tim 8 KPK

Pada 2010 Anies Baswedan tergabung dalam Tim Verifikasi Fakta dan Hukum atau dikenal dengan Tim 8 yang diketuai Adnan Buyung Nasution untuk meneliti kasus dugaan kriminalisasi terhadap Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Nama kedua pemimpin Komisi ini ramai dikaitkan dalam perseteruan Kepolisian versus KPK – yang populer dengan sebutan “Cicak versus Buaya” – ketika itu.

Ketua Komite Etik KPK

Februari 2013 Anies Baswedan diminta oleh KPK untuk memimpin Komite Etik KPK – tim ad hoc bentukan pemimpin antirasuah itu. Tugas Komite ini adalah memeriksa ihwal bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) kasus korupsi proyek Hambalang atas nama tersangka Anas Urbaningrum.[24]

Pemahaman Akar Rumput dan Kompetensi Global

Salah satu janji kemerdekaan adalah janji berperan dalam tingkat global. Menurut Anies Baswedan dahulu pada saat Sumpah Pemuda misalnya seorang Jawa atau Sunda menjadi Indonesia tanpa kehilangan Jawa atau Sundanya, sekarang kesadaran seperti itu adalah bahwa kita juga warga dunia. Menurutnya kesadaran yang saat ini diperlukan adalah kesadaran melampaui Indonesia (beyond Indonesia). Kepada para mahasiswa Anies sering mengatakan kompetitor mereka bukan lagi dari Universitas yang berada di negeri ini. Kompetitor mahasiswa itu adalah lulusan Melbourne, AS, Tokyo, dan lain-lain yang memiliki kemampuan bahasa, ilmu pengetahuan, dan jaringan internasional.[12] Menurutnya yang penting untuk dimiliki saat ini adalah kompetensi yang bersifat global dan pemahaman akan permasalahan akar rumput yang nyata terjadi di masyarakat. Istilah yang kerap ia kemukakan adalah grass roots understanding and world class competence (pemahaman akar rumput dan kompetensi tingkat dunia). [12]

Penghargaan

Nasional

Harian Rakyat Merdeka menganugerahkan The Golden Awards pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) harian ini yang ke 14 pada Juni 2013. Anies dipilih atas inspirasinya di bidang pendidikan melalui Gerakan Indonesia Mengajar. Selain Anies tokoh yang mendapatkan penghargaan ini adalah Johan Budi SP (Juru Bicara KPK) dan Ignasius Jonan (Dirut PT KAI).[25] Pada Agustus 2013, Anies Baswedan mendapatkan Anugerah Integritas Nasional dari Komunitas Pengusaha Antisuap (Kupas) serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Penilaian ini didasari atas survey yang dilakukan pada 2012 tentang persepsi masyarakat terhadap sejumlah tokoh nasional. Anies terpilih bersama beberapa tokoh lain seperti Komaruddin Hidayat, Abraham Samad, serta Mahfud MD. Menurut Ketua Kupas Ai Mulyadi Mamoer, mereka yang terpilih adalah mereka yang jujur, bertanggungjawab, visioner, disiplin, bisa bekerja sama, adil dan peduli.[26] Dompet Dhuafa memberikan penghargaan Dompet Dhuafa Award 2013 kepada Anies Baswedan pada Juli 2013. Penghargaan ini diberikan kepada tokoh-tokoh yang dinilai telah memberikan inspirasi kebajikan bagi masyarakat dan berkontribusi bagi bangsa. Anies Baswedan menerima penghargaan kategori pendidikan. Ia dipilih karena usahanya melunasi janji kemerdekaan di bidang pendidikan melalui Gerakan Indonesia Mengajar. Selain Anies Baswedan beberapa tokoh menerima penghargaan ini antara lain, Jusuf Kalla (Mantan Wakil Presiden), Warsito Purwo (Ketua Umum Masyarakat dan Ilmuwan Teknologi Indonesia), serta Irma Suryati (penggerak kaum difabel).[27] Anies Baswedan juga menerima penghargaan Tokoh Inspiratif dalam Anugerah Hari Sastra Indonesia. Penghargaan ini diberikan pada saat perayaan Hari Sastra Nasional pada 3 Juli 2013 di Balai Budaya Pusat Bahasa, Rawamangun, Jakarta. Anies mendapat penghargaan kategori tokoh inspiratif. Anies dirasa memiliki track record serta kepedulian dalam memperjuangkan kemajuan untuk Indonesia.[28]

Internasional

  • Gerald Maryanov Award
Pada 2004 Anies Baswedan menerima penghargaan Gerald Maryanov Fellow dari Departemen Ilmu Politik Universitas Northern Illinois.[29]
  • 100 Intelektual Publik Dunia
Pada 2008 Majalah Foreign Policy memasukkan Anies Baswedan dalam 100 Intelektual Publik Dunia. Anies merupakan satu-satunya orang Indonesia yang masuk pada daftar hasil rilis majalah tersebut. Dalam daftar itu nama Anies sejajar dengan tokoh dunia seperti Noam Chomsky (tokoh perdamaian), para penerima nobel seperti Shirin Ebadi, Al Gore, Muhammad Yunus, dan Amartya Sen.[11]
  • Young Global Leaders
Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan juga membuahkan hasil dengan hadirnya nama Anies dalam salah satu Young Global Leaders pada Februari 2009 yang diberikan oleh World Economic Forum.[11]
  • 20 Tokoh Pembawa Perubahan Dunia
Dua tahun berselang setelah mendapat penghargaan 100 Intelektual Publik Dunia, pada April 2010, Anies Baswedan terpilih sebagai satu dari 20 tokoh yang membawa perubahan dunia untuk 20 tahun mendatang versi majalah Foresight yang terbit di Jepang. Dalam edisi khusus “20 orang 20 tahun”, Majalah ini menampilkan 20 tokoh yang diperkirakan akan menjadi perhatian dunia. Mereka akan berperan dalam perubahan dunia dua dekade mendatang. Menurut majalah itu Anies Baswedan dinilai sebagai salah satu tokoh calon pemimpin Indonesia masa mendatang. Nama Anies berdampingan dengan Vladimir Putin (Perdana Menteri Rusia), Hugo Chavez (Mantan Presiden Venezuela), David Miliband (Menteri Luar Negeri Inggris), Rahul Gandi (Sekjen Indian National Congress India), serta Paul Ryan (politisi muda Partai Republik dan anggota House of Representative AS).[11]
  • PASIAD Education Award
Anies Baswedan menerima penghargaan dari The Association of Social and Economic Solidarity with Pacific Countries (PASIAD) kategori Pendidikan dari Pemerintah Turki pada tahun 2010. Penghargaan ini diberikan kepada pengajar, pelajar maupun individu yang telah berkontribusi untuk dunia pendidikan. Anies Baswedan menerima penghargaan ini karena telah membuat anak-anak muda terbaik untuk mengajar di daerah terpencil yang jauh dari akses pendidikan melalui program Indonesia Mengajar.[30]
  • Nakasone Yasuhiro Award
Anies Baswedan menerima Nakasone Yasuhiro pada Juni 2010. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Mantan Perdana Menteri Jepang, Yasuhiro Nakasone. Penghargaan ini diberikan kepada orang-orang visioner yang membawa perubahan dan memiliki daya dobrak, demi tercapainya abad 21 yang lebih cerah. Anies dirasa adalah salah satu sosok visioner tersebut. Hanya beberapa orang asal Indonesia yang pernah menerima penghargaan bergengsi ini, seperti Rizal Sukma (Peneliti CSIS) dan Wayan Karna (Dekan ISI Denpasar).[31]
  • 500 Muslim Berpengaruh di Dunia
Penghargaan yang diterima Anies Baswedan juga hadir dari kawasan Timur Tengah. The Royal Islamic Strategic Studies Center, Jordania, memasukkan nama Anies dalam daftar The 500 Most Influential Muslims pada Juli 2010. Penghargaan ini diberikan untuk 500 tokoh Muslim paling berpengaruh di dunia.[11]

Kehidupan pribadi

AR Baswedan, kakek Anies Baswedan
Anies merupakan cucu dari pejuang nasional Abdurrahman Baswedan, seorang jurnalis dan diplomat yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Penerangan pada masa revolusi fisik. Kedua orang tuanya berasal dari kalangan akademis. Ayahnya, Drs. Rasyid Baswedan, merupakan dosen di Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, sementara ibunya, Prof. Dr. Aliyah Rasyid, M.Pd. merupakan guru besar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta.
Anies menikah dengan Fery Farhati Ganis, seorang sarjana psikologi dari Universitas Gadjah Mada pada tanggal 11 Mei 1996. Fery mendapat gelar magisternya dalam bidang parenting education dari Northern Illinois University. Pasangan ini dikaruniai empat orang anak: Mutiara Annisa, Mikail Azizi, Kaisar Hakam dan Ismail Hakim. [1]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar